Akademisi dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpendapat bahwa Presiden Terpilih Prabowo Subianto memiliki pemahaman yang mendalam mengenai konsekuensi yang akan muncul jika jumlah nomenklatur kementerian dalam pemerintahannya bersama Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka ditambah. Ia menjelaskan bahwa salah satu dampak yang akan timbul jika penambahan nomenklatur kementerian tersebut terjadi adalah peningkatan anggaran. "Baik disukai maupun tidak, anggaran pasti akan meningkat di tengah utang Indonesia yang besar dan defisit APBN yang juga tinggi," ungkap Ujang kepada ANTARA di Jakarta pada hari Kamis. Ujang menekankan bahwa Prabowo harus berhati-hati dalam menentukan jumlah kementerian yang akan dipimpin, meskipun Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBN) 2025 memberikan ruang untuk menambah jumlah kementerian. "Saya yakin Pak Prabowo akan mempertimbangkan hal tersebut, karena beliau sangat memahami anggaran pembangunan untuk lima tahun ke depan, yang tentunya jika nomenklaturnya ditambah, anggaran juga akan meningkat," tambah pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) tersebut. Ujang menyatakan bahwa masyarakat hanya dapat menunggu keputusan dari presiden terpilih, karena penentuan jumlah nomenklatur kementerian merupakan hak prerogatif presiden. "Kita semua belum mengetahui apakah benar akan ada 44 kementerian seperti yang disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo, atau jumlahnya akan lebih sedikit. Kita tunggu saja," ujarnya. Doktor (S3) Ilmu Politik dari Universitas Indonesia tersebut juga meyakini bahwa Prabowo dan timnya pasti telah mempersiapkan strategi untuk mengatasi kemungkinan penambahan nomenklatur, agar tidak mengakibatkan pengeluaran yang berlebihan. Sebelumnya, pada tanggal 9 September, Badan Legislasi DPR RI telah menyetujui RUU Kementerian Negara untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI setelah semua fraksi partai politik memberikan pandangannya. Perubahan dalam RUU tersebut mencakup penyisipan Pasal 6A yang mengatur pembentukan kementerian tersendiri, serta Pasal 9A yang memberikan wewenang kepada presiden untuk mengubah struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan pemerintahan. Salah satu poin penting dalam RUU ini adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan tersebut, presiden kini memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah kementerian berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan negara, tanpa terikat pada batasan 34 kementerian sebagaimana diatur dalam undang-undang yang belum direvisi.