Anggota Komisi II DPR RI, Eka Widodo, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit terhadap dana yang digunakan oleh KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam penyelenggaraan serta penggunaan anggaran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Ia menyatakan bahwa masyarakat menantikan keseriusan BPK dalam menanggapi dugaan penyalahgunaan dana pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI pada tanggal 7 November. "Jangan sampai ada dana rakyat yang disalahgunakan dalam Pemilu dan Pilkada Serentak 2024," tegas Eka di Jakarta pada hari Senin. Eka juga menambahkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk Pemilu dan Pilkada sangat signifikan. Total anggaran untuk Pemilu 2024 mencapai Rp71,3 triliun, sementara anggaran untuk Pilkada sebesar Rp37,4 triliun, yang berasal dari 40 persen APBD dan 60 persen APBN. Namun, menurutnya, dana tersebut belum mencakup biaya tambahan untuk pemungutan suara ulang (PSU) di 287 TPS yang tersebar di 20 provinsi, serta pilkada ulang yang dijadwalkan pada 27 Agustus 2025. "Untungnya, Pilpres 2024 hanya memerlukan satu putaran. Jika harus dua putaran, negara perlu mengeluarkan tambahan dari APBN sebesar Rp38,2 triliun," ujarnya. Ia menambahkan bahwa tuntutan untuk melakukan audit anggaran sangatlah wajar, mengingat besarnya dana Pemilu 2024. Ia menyatakan bahwa dana Pemilu 2024 setara dengan alokasi dana Program Makan Bergizi Gratis yang mencapai Rp71 triliun untuk tahun 2025. Oleh karena itu, ia meminta agar BPK segera melakukan audit dana pemilu secara independen, objektif, dan profesional. Ia menekankan bahwa BPK harus mengutamakan nilai kebenaran, ketelitian, kredibilitas, dan keandalan dalam penggunaan dana yang berasal dari uang rakyat.