Masa SMA adalah fase yang krusial dalam kehidupan remaja. Pada masa ini, mereka dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari masalah akademik, keluarga, hingga tekanan untuk masuk perguruan tinggi negeri. Tidak jarang, hal ini membuat mereka merasa bingung dan terbebani. Menyadari hal ini, Tim Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana, termasuk Erna Multahada, telah menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di SMA Sumpah Pemuda, Kembangan, Jakarta Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam membangun ketahanan diri (resiliensi) dalam menghadapi berbagai masalah. Menurut Erna, resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit kembali dari situasi sulit dan terus berkembang. Kemampuan ini sangat penting bagi remaja, terutama di masa SMA yang penuh dengan perubahan dan tantangan. "Melalui kegiatan ini, kami ingin membantu para siswa dalam mengembangkan kemampuan resiliensi mereka. Dengan demikian, mereka dapat mengatasi masalah dengan baik tanpa merasa tertekan," ungkap Erna. Dalam bidang psikologi, Erna menyatakan bahwa berbagai masalah yang dihadapi oleh siswa remaja adalah hal yang lumrah. Terutama ketika mereka akan menghadapi kelulusan. Karena siswa SMA sedang dalam proses pencarian identitas diri. Seperti yang kita ketahui, masa remaja sering disebut sebagai masa pencarian jati diri. Oleh karena itu, kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Menyelesaikan masalah dengan baik tanpa merasa tertekan. Setelah diberikan pemahaman-pemahaman, siswa menunjukkan peningkatan kemampuan coping resiliensi sebelum dan sesudah diberikan pemahaman resiliensi. Erna menjelaskan bahwa pemahaman resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat dalam menghadapi kesulitan atau bertahan dalam keadaan tertekan, bahkan menghadapi kesengsaraan atau trauma dalam kehidupan. Resiliensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan menghadapi situasi sulit dan tumbuh dari pengalaman negatif untuk mencapai tujuan. Salah satu langkah pertama dalam membangun resiliensi adalah mengakui situasi dan perasaan diri sendiri. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa aspek resiliensi, yaitu bangkit dan pulih dari keterpurukan, dapat mengontrol diri dengan baik, serta dapat menyesuaikan diri dengan keadaan hidup. Ada lima strategi utama dalam membangun resiliensi, yaitu membangun koneksi sosial, menemukan visi, mengembangkan pikiran positif, menjaga kesehatan, dan mencari bantuan jika diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan coping resiliensi setelah dilakukan pelatihan keterampilan resiliensi. Menurut Erna, sebelum pelatihan dilakukan, terdapat 4 siswa dengan tingkat coping resiliensi rendah, 5 siswa dengan tingkat sedang, dan 9 siswa dengan tingkat tinggi. Setelah mendapatkan pelatihan tentang pemahaman resiliensi, terjadi perubahan yang signifikan. Tidak ada siswa yang memiliki tingkat coping resiliensi yang rendah, namun terdapat 6 siswa dengan tingkat coping resiliensi sedang dan 12 siswa dengan tingkat coping resiliensi tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman tentang resiliensi sangat penting untuk diberikan. Erna menjelaskan bahwa pelatihan resiliensi mampu mengubah cara berpikir negatif siswa terhadap berbagai masalah dalam mencari identitas diri yang belum terpecahkan dengan baik. Erna juga menambahkan bahwa pelatihan resiliensi dapat membantu siswa dalam menghadapi masalah dengan baik dan melakukan coping resiliensi dengan efektif.