Dua kegagalan sebelumnya dalam mendaftar menjadi polisi tidak membuat Jovanka Alfaudi patah semangat. Meskipun masih berusia 19 tahun, saat ini dia berhasil lolos sebagai salah satu Calon Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2024. Jovanka, atau yang biasa dipanggil Jovan, berasal dari Jakarta Utara. Selain itu, dia juga seorang santri yang mampu berbicara dalam lebih dari dua bahasa asing, termasuk bahasa Arab dan Spanyol. Jovan, yang berasal dari pengiriman Polda Metro Jaya, pernah mengalami dua kegagalan dalam mencoba menjadi seorang polisi. Ayahnya, Wahludi, adalah seorang pensiunan dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Sedangkan ibunya, Dina Sumartini, adalah seorang ibu rumah tangga asli dari Magelang, Jawa Tengah. Pada tahun 2023, setelah lulus mondok dari Ummul Quro Bogor, pria yang lahir pada tahun 2004 ini mencoba mendaftar sebagai Bintara Polri. Namun, Jovan harus menerima kenyataan bahwa dia tidak berhasil lolos seleksi untuk menjadi seorang polisi melalui jalur Bintara. Dia juga mencoba untuk bergabung dengan Bintara TNI, tetapi Jovan harus menghadapi kegagalan sekali lagi. Kakak pertamanya, Dimas ALS, lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 2016, menjadi sumber inspirasinya. Dimas kini bertugas di Sat-81/Gultor (Penanggulangan Teror) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Cijantung, Jakarta Timur. Meskipun gagal pada percobaan sebelumnya karena masalah kesehatan, Jovan tetap berusaha untuk mendaftar kembali dan menjaga kesehatannya. Jovan menyatakan bahwa ia juga mengikuti bimbingan belajar. Kakaknya juga melatih Jovan dengan sungguh-sungguh. "Mungkin takdir saya bukanlah menjadi Bintara Polri atau TNI. Kakak saya melatih saya dengan keras karena kasih sayangnya pada adiknya, bukan karena adik kandungnya, sehingga tidak santai-santai, melainkan sangat keras latihannya," ujarnya, seperti yang dilaporkan oleh laman Polri. Lulusan SD Cokroaminoto dan SMP Barunawati 2 Tanjung Priok itu juga tidak pernah putus asa karena semangat yang didorong oleh orangtua, para kyai, dan ustadz di pesantrennya. Alasan saya memilih profesi sebagai seorang polisi adalah karena pengaruh dari abang dan keluarga saya. Meskipun kami berasal dari keluarga sederhana, abang saya berhasil lolos seleksi menjadi Taruna Akmil pada tahun 2012 tanpa memiliki latar belakang keluarga militer atau polisi. Semangat dan keyakinan yang luar biasa selalu ditanamkan oleh abang kepada saya, bahwa meskipun berasal dari keluarga kecil, kita tetap bisa meraih mimpi menjadi seorang taruna. Jovan pernah tinggal di pesantren selama empat tahun dan dia mengetahui dengan jelas proses seleksi yang transparan yang dilakukan oleh kakaknya. Hal tersebut juga menjadi motivasinya untuk mendaftar di Polri. Dia yakin bahwa transparansi seleksi di Akpol benar-benar nyata. Saat itu, dia menjalani seleksi mulai dari administrasi, kesehatan, psikologi, hingga jasmani.